Upaya Pemerintah Indonesia mengembangkan Industri Dalam Negeri Untuk Bersaing dalam AFTA (ASEAN Free Trade Area)

Bab I

Pendahuluan

 

1.1.   Latar belakang

Berdasarkan Declaration of Singapore 1992, yang disepakati pada KTT ASEAN IV 27-28 Januari 1992 di Singapura, dimana kesepakatan ini merupakan sikap ASEAN terhadap fenomena globalisasi yang direalisasikan dalam bentuk kerjasama free trade yang dikenal dengan AFTA (ASEAN Free Trade Area).

Melalui kerjasama dalam AFTA diharapkan Produk ASEAN dapat bersaing di pasar dunia dan dapat menciptakan pasar seluas – luasnya untuk menstimulus peningkatan FDI (Foreign Direct Investment) di kawasan Asia Tenggara. Kerjasama ini pada awalnya hanya beranggotakan enam negara yaitu Indonesia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, dan Malaysia. Tetapi pada perkembangannya, AFTA memperluas keanggotaanya dengan masuknya anggota baru yaitu Vietnam (1995), Laos dan Myanmar (1997), serta Kamboja (1999). Sehingga jumlah keseluruhan anggota AFTA menjadi 10 negara. Dengan perluasan keanggotaan ini diharapkan dapat mempercepat terjadinya integrasi ekonomi di kawasan Asia tenggara menjadi suatu pasar produksi tunggal dan menciptakan pasar regional bagi lebih dari 500 juta orang. Sebab penghapusan tariff bea masuk di negara-negara anggota ASEAN dianggap sebagai sebuah katalisator bagi efisiensi produk yang lebih besar dan kompetisi jangka panjang, serta memberikan para konsumen kesempatan untuk memilih barang-barang berkualitas.

Sebagai upaya untuk merealisasikan tujuan pemberlakuan AFTA, negara-negara anggota telah menetapkan suatu regulasi yang dikenal dengan CEPT (Common Effective Preferential Tariff). CEPT merupakan kerangka kesepahaman mengenai kebijakan reduksi atas tarif dan non-tarif terhadap segala jenis barang dagang, modal, dan produk-produk pertanian di intra-regional maupun inter-regional sampai mencapai 0-5 %.Pada awalnya CEPT diberlakukan dalam jangka waktu 15 tahun. Kemudian pertemuan AEM (ASEAN Economic Ministers), 22-23 September 1994, yang diadakan di Chiangmai, Thailand, telah mengubah keputusan tersebut menjadi 10 tahun atau 5 tahun lebih cepat dari jadwal pertama yaitu 1 Januari 2003, yang kemudian dipercepat lagi menjadi 2002.

Akan tetapi pemberlakuan AFTA merupakan pilihan dilematis bagi negara-negara anggota ASEAN termasuk Indonesia. Di satu sisi, pemberlakuan AFTA dapat dianggap sebagai kesepakatan yang tidak realistis. Karena pilihan untuk menjalankan liberalisasi perdagangan antar negara-negara di tengah-tengah masih rendahnya tingkat efisiensi produksi dan jumlah produk kompetitif masing-masing negara justru dapat merugikan. Sedangkan di sisi lain, pemberlakuan AFTA dapat dilihat sebagai upaya ASEAN untuk menyelamatkan perekonomian masing-masing negara anggota. Karena fenomena globalisasi yang menciptakan regionalisasi dan liberalisasi di berbagai sektor berdampak langsung terhadap sistem perekonomian dunia.
dengan memasuki era globalisasi, AFTA merupakan integrasi perdagangan yang tidak dapat dielakkan lagi bagi Indonesia. Berbagai Industri perdaganag baik berupa barang maupun jasa di negara – negara ASEAN lainnya semakin berkembang dan kompetitif, apalagi pasar indonesia menjadi sasaran yang asangat diminati oleh negara lain, khususnya negara – negara di kawasan asia tenggara. Dengan demikian Industri dalam negeri memiliki kompetitor – kompetitir yang semakin sengit dalam bersaing. Oleh karena itu, pemerintah harus berupaya melindungi dan mendukung Industri dalam negeri agar dapat bersaing dan memiliki kompetensi untuk memasuki pasar ASEAN dan melaksanakan kerjasama AFTA. Berdasarkan hal itulah penulis tertarik dalam membahas hal ini dengan judul karya tulis “Upaya Pemerintah Indonesia Mengembangkan Industri Dalam Negeri Untuk Bersaing dalam AFTA (ASEAN Free Trade Area)”.

 

1.2  Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat ditarik suatu permasalahan dari penulisan karya tulis ini, yaitu:

  • Bagaimana upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan Industri Dalam Negeri Untuk Bersaing dalam AFTA ?

 

1.3  Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka karya tulis ini bertujuan untuk :

  • Memaparkan upaya – upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam mendukung Industri dalam negeri sehingga dapat bersaing dalam AFTA

 

1.4  Manfaat Penulisan

Melalui karya tulis ini, diharapkan memperoleh manfaat sebagai berikut:

  • Karya tulis ini diharapkan dapat menjadi bahan pemikiran bagi masyarakat indonesia khususnya mahasiwa untuk berfikir lebih jauh dan lebih luas dan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan industri dalam negeri sehingga dapat bersaing dengan Negara-negara kawasan ASEAN untuk  memajukan perekonomian indonesia.

 

Bab 2

Pembahasan

 

2.1  Tinjauan Teori

 

2.1.1        Perjanjian AFTA

AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.

AFTA atau Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area) adalah merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta  serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya melalui skema CEPT-AFTA.

Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Maka dalam melakukan pedagangan sesama anggota biaya operasional mampu
ditekan sehingga akan menguntungkan.

Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.

 

2.1.2 Keanggotaan AFTA

Ketika perjanjian AFTA ditandatangani secara rasmi, ASEAN memiliki enam buah negara anggota yaitu, Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung pada 1995, Laos dan Myanmar pada 1997 dan Kemboja (Kampuchea) pada 1999. AFTA sekarang terdiri dari sepuluh buah negara ASEAN. Keempat negra anggota baru tersebut diwajibkan menandatangani perjanjian AFTA untuk menyertai ASEAN. Namun begitu, kelonggaran waktu telah diberi untuk memenuhi kewajiban pengurangan tarif AFTA.

 

2.1.3 Tujuan AFTA

Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN.

 

2.1.4        Manfaat Perjanjian AFTA

Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk sebesar ± 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam;

  • Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran;
  • Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu;
  • Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya.

4. Jangka Waktu Realisasi AFTA

  • KTT ASEAN ke-9 tanggal 7-8 Oktober 2003 di Bali, dimana enam negara anggota ASEAN Original Signatories of CEPT AFTA yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand, sepakat untuk mencapai target bea masuk dengan tingkat tarif 0% minimal 60% dari Inclusion List (IL) tahun 2003; bea masuk dengan tingkat tarif 0% minimal 80% dari Inclusion List (IL) tahun 2007; dan pada tahun 2010 seluruh tarif bea masuk dengan tingkat tarif 0% harus sudah 100% untuk anggota ASEAN yang baru, tarif 0% tahun 2006 untuk Vietnam, tahun 2008 untuk Laos dan Myanmar dan tahun 2010 untuk Cambodja.
    1. Tahun 2000 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 85% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL).
    2. Tahun 2001 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 90% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL).
    3. Tahun 2002 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), dengan fleksibilitas.
    4. Tahun 2003 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), tanpa fleksibilitas.
  • Untuk ASEAN-4 (Vietnam, Laos, Myanmar dan Cambodja) realisasi AFTA dilakukan berbeda yaitu :
  • Vietnam tahun 2006 (masuk ASEAN tanggal 28 Juli 1995).
  • Laos dan Myanmar tahun 2008 (masuk ASEAN tanggal 23 Juli 1997).
  • Cambodja tahun 2010 (masuk ASEAN tanggal 30 April 1999).

 

2.2      Analisis

Peran AFTA bagi perdagangan di ASEAN

Dengan adanya kesepakatan  ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang sudah diberlakukan mulai dari 1 Januari 2010 lalu, merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan, AFTA memiliki beberapa tujuan yang baik dalam meningkatkan daya saing ekonomi di kawasan ASEAN. melaui skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) dengan program yang dicanangkan nya takni:

  1. Penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, dalam hal biaya impor barang se-kawasan ASEAN.
  2. Penghapusan pembatasan kwantitatif.
  3. Hambatan-hambatan non tarif lainnya, seperti konsensi tingkat tarif bea masuk yang lebih rendah dari tarif bea masuk umum, dalam hal ekspor produk dari suatu negara ASEAN ke negara ASEAN lainnya, kecuali produk barang mewah (luxury taxes).

Dengan program tersebut, dapat menguntungkan baik dari pihak produsen maupun konsumen. Hal ini dikarenakan produsen dapat memasarkan barang produksinya dengan harga yang lebih kompetitif dan  juga dapat memperluas jangkaun pasarnya. Dengan demkian kompetisi antar pengusaha semakin terbuka dan sangat sengit, dikarenakan mereka dikenai biaya tarif sangat rendah. Sehingga para pengusaha akan menghasilkan produk yang beredar di pasar dengan harga yang kompetitif. Namun, tidak pula menurunkan kualitas dari barang produksinya, agar produk yang mereka miliki dapat menguasai pasar, tentu kualitas benar- banar harus diperhatikan.

Saat ini terlihat AFTA sudah hampir seluruhnya diimplementasikan. Dalam perjanjian perdagangan bebas tersebut, tarif impor barang antarnegara ASEAN tersebut secara berangsur-angsur telah dikurangi. Saat ini tarif impor lebih dari 99 persen dari barang-barang yang termasuk dalam daftar Common Effective Preferential Tariff (CEPT) di negara-negara ASEAN-6 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) telah diturunkan menjadi 5 persen hingga 0 persen.

Sesuai dengan teori yang dibahas diatas, AFTA tampaknya telah dapat meningkatkan volume perdagangan antar negara ASEAN secara signifikan. Ekspor Thailand ke ASEAN, misalnya, mengalami pertumbuhan sebesar 86,1 persen dari tahun 2000 ke tahun 2005. Sementara itu, ekspor Malaysia ke negara-negara ASEAN lainnya telah mengalami kenaikan sebesar 40,8 persen dalam kurun waktu yang sama.

Dengan adanya AFTA telah memberikan kemudahan kepada negara-negara ASEAN untuk memasarkan produk-produk mereka di pasar ASEAN dibandingkan dengan negara-negara non-ASEAN. Untuk pasar Indonesia, kemampuan negara-negara ASEAN dalam melakukan penetrasi pasar di Indonesia bahkan masih lebih baik dari China. Hal ini terlihat dari kenaikan pangsa pasar ekspor negara ASEAN ke Indonesia yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan pangsa pasar China di Indonesia.

Pada tahun 2001 pangsa pasar ekspor negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 17,6 persen. Implementasi AFTA telah meningkatkan ekspor negara-negara ASEAN ke Indonesia. Akibatnya pangsa pasar negara-negara ASEAN di Indonesia meningkat dengan tajam. Dan pada tahun 2005 pangsa pasar negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 29,5 persen.

Berbeda dengan anggapan kita selama ini bahwa ternyata daya penetrasi produk-produk China di Indonesia tidak setinggi daya penetrasi produk-produk dari negara-negara ASEAN. Pada tahun 2001 China menguasai sekitar 6.0 persen dari total impor Indonesia. Pada tahun 2005 baru mencapai 10,1 persen, masih jauh lebih rendah dari pangsa pasar negara-negara ASEAN.

Jadi, saat ini produk-produk dari negara ASEAN lebih menguasai pasar Indonesia dibandingkan dengan produk-produk dari China. Sebaliknya, berbeda dengan negara-negara ASEAN yang lain, Indonesia tampaknya belum terlalu memperhatikan potensi pasar ASEAN dan lebih menarik dengan pasar-pasar tradisional, seperti Jepang dan Amerika Serikat. Hal ini terlihat dari pangsa pasar ekspor kita ke negara-negara ASEAN yang tidak mengalami kenaikan yang terlalu signifikan sejak AFTA dijalankan. Pada tahun 2000, misalnya, pangsa pasar ekspor Indonesia di Malaysia mencapai 2,8 persen. Dan pada tahun 2005 hanya meningkat menjadi 3,8 persen. Hal yang sama terjadi di pasar Negara-negara ASEAN lainnya.

Peluang dan Tantangan  AFTA bagi Indonesia

AFTA merupakan peluang bagi kegiatan eksport komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan dan sekaligus menjadi suatu tantangan tersendiri untuk menghasilkan komoditas yang kompetitif si pasar regional AFTA sendiri. Peningkatan daya saing ini akan mendorong perekonomian Indonesia untuk semakin berkembang. AFTA juga merangsang para pelaku usaha di Indonesia untuk menghasilkan barang yang berkualitas sehingga dapat bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan oleh negara-negara ASEAN lainnya.

AFTA juga dianggap dapat memberikan peluang bagi pengusaha kecil dan menengah di Indonesia untuk mengekspor barangnya. Hal ini membuat para pelaku usaha tersebut mendapatkan pasar untuk melempar produk-produknya selain di pasar dalam negeri. Adanya kesempatan besar bagi para pelaku usaha di Indonesia untuk lebih meningkatkan produk barangnya dari segi mutu juga mendorong kesadaran para pengusaha-pengusaha di Indonesia untuk memiliki daya saing usaha yang kuat.

Selain peluang dengan aanya AFTA, ada pula ancaman bagi Indonesia. Negara-negara ASEAN telah menyetujui membentuk kawasan perdagangan bebas. Dengan adanya AFTA banyak produk dari negara – negara ASEAN lain masuk ke pasar indonesia, ditambah lagi keperkasaan daya saing produk cina yang juga masuk pasar Indonesia. Dengan demikian Indonesia patut waspada karena hal tersebut akan mempersulit peluang produk Indonesia untuk bisa bertahan di pasar domestik, apalagi untuk menembus pasar Internasional.

Hambatan Yang Dihadapi Indonesia dalam AFTA

Dalam setiap hubungan kerjasama pasti terdapat hambatan-hamatan yang dihadapi. Hambatan tersebut biasanya muncul saat pengaplikasian perjanjian. Dalam penerapan AFTA banyak hambatan yang dihadapi saat pertama kali diterapkan. ASEAN-6 merupakan negara anggota ASEAN yang pertama kali menerapkan usaha pengaplikasian AFTA. ASEAN-6 menjadi contoh bagi empat negara ASEAN lain. Dalam penerapan AFTA terutama penerapan penurunan tarif terhadap beberapa barang komoditas. Banyak negara anggota ASEAN melakukan proteksi terhadap barang yang dianggap penting bagi negaranya sehingga penerapan penurunan tarif terhadap komoditas yang diproteksi tersebut mengalami penundaan.

Negara-negara di ASEAN sebenarnya memiliki perbedaan tinggak perekonomian. Hal itu terlihat pada pendapatan perkapita masing-masing negara anggota ASEAN. Beberapa negara memiliki pendapatan perkapita lebih tinggi dari pada negara lainnya. Belum lagi ketidak stabilan politik dalam negeri yang juga mempengaruhi perekonomian di negara-negara anggota ASEAN. ASEAN-6 contohnya, pendapatan perkapita negara-negara ASEAN-6 lebih tinggi dibandingkan empat negara lainnya yaitu, Lao PDR, Myanmar, Vietnam dan Kamboja. Sehingga sulit bagi keempat negara tersebut untuk menurunkan tarif bagi barang yang dianggap sensitif bagi kepentingan dalam negerinya. Belum lagi persaingan barang komoditas antara negara-negara anggota ASEAN, terkadang kualitas barang yang rendah dan tidak dapat bersaing membuat ambruknya industri kecil di beberapa negara tersebut. Bahkan bukan bagi keempat negara di ASEAN yang tergolong memiliki perekonomian rendah tetapi juga negara anggota ASEAN-6 harus menghadapi kenyataan bahwa industri kecil di negaranya harus mengalami guncangan karena tidak dapat bersaing dengan barang komoditas yang masuk ke negaranya.

Bahkan banyak anggapan bahwa AFTA hanya menghasilkan persaingan yang tidak seimbang bagi negara anggota ASEAN itu sendiri. Penurunan tarif barang bagi barang yang masuk dari negara anggota ASEAN menimbulkan kerugian. Ketidak siapan pasar industri lokal juga yang menjadi kendala bagi berjalannya AFTA dan penerapan penurunan tarif. Seperti negara-negara anggota ASEAN lainnya Indonesia pun mengalami hal yang sama. Daya saing barang yang diperdagangkan kurang memenuhi standar yang ditetapkan, hal ini mengakibatkan banyaknya industri-industri kecil dan menengah di Indonesia mengalami kerugian yang besar. Persaingan produk dalam negeri dengan produk yang masuk kedalam negeri membuat para pengusaha harus bisa meningkatkan kualitas barang produksinya. Hal tersebut tidak mudah dengan keterbatasan modal yang dimiliki oleh para pengusaha-pengusaha kecil dan menengah. Belum lagi keterbatasan dari segi infrastruktur di Indonesia, keterbatasan tekhnologi yang menunjang produksi para pengusaha kecil dan menengah di Indonesia juga menjadi suatu masalah tersendiri. Dalam AFTA para pengusaha dipaksa untuk memiliki daya saing yang tinggi, agar nantinya pengusaha-pengusaha dalam negeri ini dapat mandiri.

 

Upaya Yang dapat dilakukan Pemerintah dalam mengembangkan Industri dalam negeri

Berdasarakan pembahasan sebelumnya dikatakan dalam AFTA para pengusaha dipaksa untuk memiliki daya saing yang tinggi, agar nantinya pengusaha-pengusaha dalam negeri ini dapat mandiri.

Peran dan dukungan pemerintah sangat dibutuhkan disini, pemerintah haruslah membuat suatu regulasi yang jelas dalam menanggapi masalah-masalah yang dihadapi oleh para pengusaha di Indonesia khususnya pengusaha kecil dan menengah mengenai bantuan modal usaha. Pemerintah sepatutnya menolong para pengusaha kecil dan menengah kita dalam meningkatkan kualitas produknya agar nantinya produksi mereka tidak berhenti dan rugi. Selama ini permasalahan yang yang selalu timbul adalah ketidak mampuan pemerintah Indonesia dalam melindungi para pengusaha kecil dan menengah di Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya para pengusaha yang tergolong pengusaha kecil dan menengah di Indonesia mengalami kerugian besar dan produksinya berhenti dikarenakan kualitas barang mereka kalah dibandingkan dengan barang-barang yang masuk dari Vietnam dan Cina. Contohnya industri rotan di Indonesia, biasanya para pengusaha rota hanya mengirim berupa rotan yang belum diolah sehingga merugikan pihak pengusaha rotan dalam negeri, sedangkan rotan yang masuk dari Cina dan Vietnam biasanya telah diolah menjadi suatu produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Dari permasalah tersebut seharusnya pemerintah sudah memiliki langkah yang pasti untuk melindungi para pengusaha rotan, caranya dengan mengekspor produk rotan bukan sekedar bahan dasarnya saja tapi berupa rotan yang telah di olah menjadi suatu produk yang harga jualnya lebih tinggi, sama dengan yang diekspor Vietnam dan Cina.

Dalam banyak hal, AFTA dapat efektif dan menguntungkan Indonesia jika para pengusaha dan pemerintah Indonesia bekerja sama. Solusi yang jelas bagi para pengusaha di Indonesia akan membantu Indonesia dalam menghadapi pasar bebas yang diberlakukan. Pemerintah melindungi para pengusaha kecil dan menengah dengan cara bantuan modal untuk melakukan produksi agar para pengusaha kecil dan menengah di Indonesia dapat membuat suatu produk yang memiliki daya saing yang tinggi saat dipasarkan. Kendala yang tengah dihadapi adalah masalah infrastruktur di Indonesia yang kurang mendukung. Pemerintah juga sepatutnya menyediakan infastruktur yang memadai, seperti jalanan yang rusak akan menghambat proses distribusi barang dan dapat merugikan. Indonesia memiliki banyak barang komoditas yang tidak kalah oleh Vietnam dan Cina. Masalahnya hanya terletak pada daya saing para pengusaha di Indonesia dalam persaingan di dalam pasar bebas ini.

Jadi jelas semua hal tersebut dapat terwujud dengan adanya sokongan dari pemerintah Indonesia dalam memberikan modal bagi peningkatan kualitas produksi dan standar mutu barang. Pemerintah Indonesia sepatutnya menerapkan suatu undang-undang yang memberikan kebebasan bagi para pelaku usahanya untuk meningkatkan daya saingnya. Hal ini dikarenakan untuk menciptakan suatu usaha yang mandiri terutama dalam menghadapi AFTA. Dukungan pemerintah sangat dibutuhkan disini, jika suatu industri tidak dapat bersaing dikarenakan rendahnya mutu barang pemerintah haruslah memberikan suatu sokongan dengan cara memberikan bantuan modal. Bentuk bantuan tersebut semata-mata untuk merangsang para pengusaha kecil dan menengah dalam peningkatan kualitas barang produksinya agar dapat bersaing dengan produk-produk lain yang masuk ke pasar dalam negeri.

 

Kebijakan AFTA yang akan diberlakukan ini akan berdampak pada perekonomian INDONESIA. Gempuran produk – produk dari negara ASEAN dan Cina, dapat membunuh Indusrti dalam negeri di Indonesia, alhasil krisis keuangan pun dapat kembali terjadi.

Pemerintah harus melakukan upaya khusus untuk menanggulangi sifat konsumtif masyarakat indonesia yang menyukai produk Asing ketimbang produk dalam negeri. Mereka beranggapan Produk luar negeri memiliki:

  1. Kualitas produk
  2. Desain yang menarik
  3. Ada prestise /kebanggaan karena price nya cukup mahal bila harus membeli.
  4. Kesungguhan dari negara pembuat produk untuk membuat yang terbaik dari semua produknya

Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan Pemerintah dalam rangka menghalang penguasaan pasar dalam negeri oleh produk asing yang masuk di pasar Indonesia terkait AFTA, pemerintah khususnya pemerintah daerah, disarankan untuk mengalokasikan dana dari APBD untuk mendukung Gerakan Cinta Produk Indonesia (GCPI). GCPI ini merupakan satu-satunya palang pintu untuk menghalangi produk asing dalam menguasai pasar dalam negeri terkait AFTA+China yang sudah diberlakukan mulai awal 2010.

Serangkaian langkah khusus harus diambil pemerintah menghadapi berbagai dampak yang ditimbulkan AFTA agar dapat meningkatan potensi ekonomi dalam negeri. Salah satunya melalui proteksi pasar dan peningkatan penggunaan produksi dalam negeri yang membutuhkan keseriusan, termasuk penerbitan landasan hukumnya.

Dengan keikutsertaan Pemerintah yang berperan serta dalam membatu Industri dalam negeri dengan berbagai upaya yang disebutkan tadi diharapkan dapat memaksimalkan Peluang AFTA bagi Industri dalam negeri dalam mengembangkan sayapnya ke Pasar ASEAN lainnya. Terutama pada barang-barang kreatif yang kemudian dapat menjadi komoditas ekspor ke mancanegara. Dapat terlihat bahwa pemberlakuan tariff baru ini dapat dijadikan suatu peluang yang sangat baik bagi usaha ini. Pada akhirnya usaha kecil dan menengah ini juga dapat berkontribusi untuk menurunkan level pengangguran di Indonesia yang akhirnya berdampak pada kemajuan ekonomi Indonesia.

Bab 3

Penutup

 

3.1 Kesimpulan

  • Dengan adanya Kesepakatan dalam AFTA terdapat peluang dan ancaman bagi Indonesia. Industri dalam negeri dapat berpeluang mngembangkan pasar ke negara – negara ASEAN dengan tarif yang rendah, dan ancaman yang ditimbulkan dengan adanya kesepakatan ini yakni semakin mudah dan leluasanya Produk dari negara ASEAN lain masuk ke Indonesia yang menjadi pesaing bagi Industri dalam negeri, sehingga Industri dalam negeri dituntut untuk terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya.

 

  • Upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengembangkan Industri dalam negeri ialah dengan memberikan bantuan berupa modal, bagi peningkatan kualitas produksi dan standar mutu barang. Pemerintah Indonesia sepatutnya menerapkan suatu undang-undang yang memberikan kebebasan bagi para pelaku usahanya untuk meningkatkan daya saingnya. Selanjutnya pemerintah dapat melindungi Industri dalam negeri dari semakin merebaknya produk ASEAN yang masuk ke pasar Indonesia yakni dengan mencanagkan Gerakan Cinta Produk Indonesia (GCPI) kepada seluruh warga Indonesia.

 

3.2  Saran

  • Dengan berbagai program yang dimiliki hendaknya pemerintah menjalankannya dengan serius, dan benar – benar malindungi Industri dalam negeri, khususnya Industri menengah kebawah.